Saturday, May 10, 2014
RINGKASAN FATWA SYAIKH IBNU UTSAIMIN (BAG. IV) 36 - 50
36. Seorang suami boleh tidak menegur istrinya yg melakukan kesalahan namun tidak boleh lebih dari tiga hari. Adapun pisah ranjang batasannya sampai dia bertaubat.
37. Seorang suami tidak boleh meninggalkan istrinya lebih dari setengah tahun kecuali dia memiliki udzur atau istrinya meridhainya.
38. Orang yg punya penyakit waswas thalaqnya tidak jatuh meskipun dia mengucapkannya.
39. Bersumpah dengan memegang Al-Qur'an merupakan cara yg tidak aku ketahui dalilnya dari Sunnah maka hal itu tidak diayari'atkan.
40. Ucapan طهور إن شاء الله secara harfiah bukanlah doa, namun kabar, harapan dan sugesti bagi orang yg sakit.
41. Seorang yg murtad jika mengganggu kaum muslimin maka boleh didoakan keburukan. Jika tidak maka lebih baik didoakan agar mendapat hidayah.
42. Seorang anak boleh keras kepada ayahnya jika bertujuan untuk menghindarkan ibunya dari pukulan ayahnya.
43. Tidak boleh mengucapkan almarhum bagi orang yg sudah meninggal kecuali jika maksudnya adalah doa, bukan berita.
44. Barangsiapa mengingkari kekufuran Yahudi dan Nasrani atau meragukan kekufuran mereka maka dia telah mendustakan Allah. Dan mendustakan Allah adalah kekufuran. Dan barangsiapa menganggap di muka bumi ini ada agama selain Islam yg diterima Allah maka dia telah kafir.
45. Seseorang mendapatkan pahala jika membaca Al-Qur'an baik dia memahami maknanya ataupun tidak, namun sepantasnya seseorang berusaha untuk memahami maknanya.
46. Menerjemahkan lafazh Al-Quran tidak mungkin dilakukan. Hal yg diperbolehkan adalah menerjemahkan maknanya ketika dibutuhkan.
47. Kaset yg berisi hadits atau ayat jika dibuang atau dibawa masuk kamar kecil tidaklah mengapa dengan syarat bukan bertujuan untuk menghinakannya. Kesimpulannya kaset murattal tidak sama hukumnya dengan mushaf.
48. Para pemuda wajib menutupi paha mereka dan tidak diperbolehkan menonton pemain yang menampakkan paha.
49. Tidak mengapa mengebiri kucing jika populasinya banyak dan mengganggu.
50. Hemat saya tidak masalah seseorang mengucapkan mabruk.
PS: Jangan lupa merujuk ke redaksi asli fatwa Syaikh.
Sumber : https://www.facebook.com/profile.php?id=100000674000736&hc_location=timeline
Thursday, May 8, 2014
SEDIKIT KISAH TENTANG IMAM AL-BUKHARI RAHIMAHULLAH
Imam Bukhari
Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Bukhari
(194-256 H/810-870 M)
Tempat lahir : Bukhara
Lokasi Sekarang : Uzbekistan
Tempat Wafat : Hartank (salah satu perdesaan di Samakard)
Imam al-Bukhari berkisah, “ Aku pernah belajar kepada fuqaha (ahli fikih). Ketika itu aku masih kanak-kanak. Jika aku datang menghadiri majelis mereka, aku malu mengucapkan salam pada mereka. Salah seorang dari mereka bertanya kepadaku, “ Berapa banyak ( hadits ) yang telah engkau tulis ? “. Aku menjawab, “ Dua hadits “.
Orang-orang yang hadir pun tertawa. Lalu salah seorang syaikh berkata, “ Janganlah kalian mentertawakannya. Bisa jadi suatu saat nanti justru dia yang mentertawakan kalian. “
Beliau ( pernah ) berkata : “ Aku menulis ( hadits ) dari seribu lebih syaikh, dari setiap syaikh itu aku tulis sepuluh ribu riwayat bahkan lebih. Tidaklah ada padaku selain aku sebutkan sanadnya ( juga ). “ [ 1 ]
Yusuf al-Farabi rahimahullah menyatakan, “ al-Bukhari pernah menyatakan, ‘ Aku tidak meletakkan satu hadits dalam kitab as-Shahih kecuali aku mandi sebelumnya dan shalat dua rakaat. [ 2 ]
Al-Waraq menyampaikan pernyataan imam al-Bukhari, “ Aku susun kitab al-Jami’ dari enam ratus ribu hadits dalam waktu enam belas tahun. “ [ 3 ]
Ibnu ‘Adi juga menyampaikan berita dari beberapa guru beliau bahwa imam al-Bukhari menyusun judul bab dalam Shahih nya antara kuburan Nabi dengan mimbarnya dan beliau shalat dua rakaat untuk setiap judul bab nya. [ 4 ]
Al-Waraq juga menceritakan bahwa suatu ketika beliau bersama imam al-Bukhari ketika beliau menyusun kitab at-Tafsir ( salah satu nama kitab dalam Shahih nya ) dan beliau dapati imam al-Bukhari shalat di suatu malam.
Abu Ja’far pernah menanyakan kepada imam al-Bukhari, Apakah engkau hafal seluruh ( riwayat ) yang engkau masukkan dalam kitabmu ? “
Beliau menjawab, “ Tidak ada yang kabur pada ( hafalan ) ku seluruhnya. “ [ 5 ]
Imam al-Bukhari pernah berkata, “ Aku menghafal seratus ribu hadits shahih, dan dua ratus ribu hadits yang tidak shahih. “ [ 6 ]
Imam al-Bukhari pernah bercerita tentang dirinya, “ ( suatu ketika ) aku mengingat-ingat murid Anas. Dalam sekejap 300 orang terbetik dalam ingatanku. “
Beliau tidak memandang adanya makanan atau minuman yang perlu dikonsumsi seseorang untuk menguatkan hafalannya.
Beliau berkata, “ Aku tidak mengetahui, sesuatu yang lebih bermanfaat ( menguatkan ) hafalan dari pada keinginan kuat seseorang dan sering menelaah ( tulisan ). “ [ 7 ]
Imam Ahmad bin Hanbal ( guru dari imam al-Bukhari ) berkata, “ Belum pernah ada di Khurasan orang yang melahirkan anak seperti Muhammad bin Ismail al-Bukhari [ 8 ]
Imam Qutaibah rahimahullah berkata, “ Seandainya Muhammad ( bin Ismail al-Bukhari ) hidup di kalangan sahabat maka ia adalah mukjizat. “
Imam Raja al-Hafizh mengatakan, “ Ia adalah salah satu tanda kekuasaan Allah yang berjalan di atas bumi. “
Imam Ibnu Katsir dalam al-Bidayah ( 11/24 ) menyebutkan bahwa imam al-Bukhari termasuk orang yang mustajabu da’wah, doa nya dikabulkan. Kejadiannya, gubernur kota Bukhara mengusirnya dari kota itu. Atas pengusiran yang tak berdasar itu, imam al-Bukhari pun berdoa. Sebulan belum genap berjalan, sang gubernur diberhentikan dan dipenjarakan hingga meninggal di dalamnya. Orang-orang yang ikut berperan dalam pengusiran imam al-Bukhari pun mengalami musibah.
Syaikh ‘Athiyyah Salim rahimahullah berkata, “ Aku betul-betul meyakini bahwa biografi para Ulama adalah madrasah ( tempat pembinaan ) bagi para generasi mendatang, yaitu melalui ilmu-ilmu dan sisi kehidupan mereka yang menonjol. “ [ 9 ]
Betapa kisah beliau adalah sejarah seorang insan yang menakjubkan lagi sarat dengan ‘ibrah ( pelajaran ) umat sepeninggalnya.
Catatan kaki :
1. As-Siyar : 12/407, al-Bidayah 11/22
2. Hadi as-Sari, Muqaddimah Fathul Bari, hal. 489
3. Muqaddimah Fathul Bari, hal. 489
4. Muqaddimah Fathul Bari, hal. 489
5. As-Siyar, al-Bidayah 12/403
6. As-Siyar 12/415, Tahdzibul Kamal, no. 1172
7. As-Siyar, al-Bidayah 12/406
8. Siyar A’lamin Nubala’ , XII/419
9. Adhwaul Bayan 1/xii
Dinukil secara acak dari Majalah As-Sunnah Edisi 01/THN XVI/Jumadil Akhir 1433/Mei 2012M hal. 23-41
Kisah menyedihkan Bilal bin Rabah | Seorang Budak
Bilal bin Rabah (Bahasa Arab بلال بن رباح) adalah seorang budak berkulit hitam dari Habsyah (sekarang Ethiopia). Bilal
lahir di daerah as-Sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah. Ayahnya
bernama Rabah, sedangkan ibunya bernama Hamamah, seorang budak wanita
berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Karena ibunya itu, sebagian orang
memanggil Bilal dengan sebutan ibnus-Sauda’ (putra wanita hitam).
Bilal
dibesarkan di kota Ummul Qura (Mekah) sebagai seorang budak milik
keluarga bani Abduddar. Saat ayah mereka meninggal, Bilal diwariskan
kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum kafir.
Ketika Mekah diterangi cahaya agama baru dan Rasul yang agung Shalallahu ‘alaihi wasallam mulai mengumandangkan seruan kalimat tauhid, Bilal adalah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam. Saat Bilal masuk Islam, di bumi ini hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya memeluk agama baru itu, seperti Ummul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abu Thalib, ‘Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar-Rumi, dan al-Miqdad bin al-Aswad.
Bilal
merasakan penganiayaan orang-orang musyrik yang lebih berat dari siapa
pun. Berbagai macam kekerasan, siksaan, dan kekejaman mendera tubuhnya.
Namun ia, sebagaimana kaum muslimin yang lemah lainnya, tetap sabar
menghadapi ujian di jalan Allah itu dengan kesabaran yang jarang sanggup
ditunjukkan oleh siapa pun.
Orang-orang
Islam seperti Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib masih memiliki keluarga
dan suku yang membela mereka. Akan tetapi, orang-orang yang tertindas
(mustadh’afun) dari kalangan hamba sahaya dan budak itu, tidak memiliki
siapa pun, sehingga orang-orang Quraisy menyiksanya tanpa belas kasihan.
Quraisy ingin menjadikan penyiksaan atas mereka sebagai contoh dan
pelajaran bagi setiap orang yang ingin mengikuti ajaran Muhammad.
Kaum
yang tertindas itu disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy yang berhati
sangat kejam dan tak mengenal kasih sayang, seperti Abu Jahal yang telah
menodai dirinya dengan membunuh Sumayyah. Ia sempat menghina dan
mencaci maki, kemudian menghunjamkan tombaknya pada perut Sumayyah
hingga menembus punggung, dan gugurlah syuhada pertama dalam sejarah
Islam.
Sementara
itu, saudara-saudara seperjuangan Sumayyah, terutama Bilal bin Rabah,
terus disiksa oleh Quraisy tanpa henti. Biasanya, apabila matahari tepat
di atas ubun-ubun dan padang pasir Mekah berubah menjadi perapian yang
begitu menyengat, orang-orang Quraisy itu mulai membuka pakaian
orang-orang Islam yang tertindas itu, lalu memakaikan baju besi pada
mereka dan membiarkan mereka terbakar oleh sengatan matahari yang terasa
semakin terik. Tidak cukup sampai di sana, orang-orang Quraisy itu
mencambuk tubuh mereka sambil memaksa mereka mencaci maki Muhammad.
Adakalanya,
saat siksaan terasa begitu berat dan kekuatan tubuh orang-orang Islam
yang tertindas itu semakin lemah untuk menahannya, mereka mengikuti
kemauan orang-orang Quraisy yang menyiksa mereka secara lahir, sementara
hatinya tetap pasrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kecuali Bilal, semoga
Allah meridhainya. Baginya, penderitaan itu masih terasa terlalu ringan
jika dibandingkan dengan kecintaannya kepada Allah dan perjuangan di
jalan-Nya.
Orang
Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf
bersama para algojonya. Mereka menghantam punggung telanjang Bilal
dengan cambuk, namun Bilal hanya berkata, “Ahad, Ahad … (Allah Maha
Esa).” Mereka menindih dada telanjang Bilal dengan batu besar yang
panas, Bilal pun hanya berkata, “Ahad, Ahad ….“ Mereka semakin
meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, “Ahad, Ahad….”
Mereka
memaksa Bilal agar memuji Latta dan ‘Uzza, tapi Bilal justru memuji
nama Allah dan Rasul-Nya. Mereka terus memaksanya, “Ikutilah yang kami
katakan!”
Bilal menjawab, “Lidahku tidak bisa mengatakannya.” Jawaban ini membuat siksaan mereka semakin hebat dan keras.
Apabila
merasa lelah dan bosan menyiksa, sang tiran, Umayyah bin Khalaf,
mengikat leher Bilal dengan tali yang kasar lalu menyerahkannya kepada
sejumlah orang tak berbudi dan anak-anak agar menariknya di jalanan dan
menyeretnya di sepanjang Abthah1 Mekah. Sementara itu, Bilal menikmati
siksaan yang diterimanya karena membela ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ia
terus mengumandangkan pernyataan agungnya, “Ahad…, Ahad…, Ahad…, Ahad….”
Ia terus mengulang-ulangnya tanpa merasa bosan dan lelah.
Suatu
ketika, Abu Bakar Rodhiallahu ‘anhu mengajukan penawaran kepada Umayyah
bin Khalaf untuk membeli Bilal darinya. Umayyah menaikkan harga
berlipat ganda. Ia mengira Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tapi
ternyata, Abu Bakar setuju, walaupun harus mengeluarkan sembilan uqiyah
emas.
Seusai
transaksi, Umayyah berkata kepada Abu Bakar, “Sebenarnya, kalau engkau
menawar sampai satu uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk
menjualnya.”
Abu Bakar membalas, “Seandainya engkau memberi tawaran sampai seratus uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk membelinya.”
Ketika
Abu Bakar memberi tahu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa ia
telah membeli sekaligus menyelamatkan Bilal dari cengkeraman para
penyiksanya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Abu
Bakar, “Kalau begitu, biarkan aku bersekutu denganmu untuk membayarnya,
wahai Abu Bakar.”
Ash-Shiddiq Rodhiallahu ‘anhu menjawab, “Aku telah memerdekakannya, wahai Rasulullah.”
Setelah
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengizinkan sahabat-sahabatnya
untuk hijrah ke Madinah, mereka segera berhijrah, termasuk Bilal
Rodhiallahu ‘anhu. Setibanya di Madinah, Bilal tinggal satu rumah dengan
Abu Bakar dan ‘Amir bin Fihr. Malangnya, mereka terkena penyakit demam.
Apabila demamnya agak reda, Bilal melantunkan gurindam kerinduan dengan
suaranya yang jernih,
“Duhai
malangnya aku, akankah suatu malam nanti ,Aku bermalam di Fakh
dikelilingi pohon idzkhir dan jalil, Akankah suatu hari nanti aku minum
air Mijannah ,Akankah aku melihat lagi pegunungan Syamah dan Thafil”
Tidak
perlu heran, mengapa Bilal begitu mendambakan Mekah dan
perkampungannya; merindukan lembah dan pegunungannya, karena di sanalah
ia merasakan nikmatnya iman. Di sanalah ia menikmati segala bentuk
siksaan untuk mendapatkan keridhaan Allah. Di sanalah ia berhasil
melawan nafsu dan godaan setan.
Bilal
tinggal di Madinah dengan tenang dan jauh dari jangkauan orang-orang
Quraisy yang kerap menyiksanya. Kini, ia mencurahkan segenap
perhatiannya untuk menyertai Nabi sekaligus kekasihnya, Muhammad
Shalallahu ‘alaihi wasallam. Bilal selalu mengikuti Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasallam ke mana pun beliau pergi. Selalu bersamanya
saat shalat maupun ketika pergi untuk berjihad. Kebersamaannya dengan
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ibarat bayangan yang tidak pernah
lepas dari pemiliknya.
Ketika
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam selesai membangun Masjid Nabawi
di Madinah dan menetapkan azan, maka Bilal ditunjuk sebagai orang
pertama yang mengumandangkan azan (muazin) dalam sejarah Islam.
Biasanya,
setelah mengumandangkan azan, Bilal berdiri di depan pintu rumah
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam seraya berseru, “Hayya
‘alashsholaati hayya ‘alashsholaati…(Mari melaksanakan shalat, mari
meraih keuntungan….)” Lalu, ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wasallam keluar dari rumah dan Bilal melihat beliau, Bilal segera
melantunkan iqamat.
Suatu
ketika, Najasyi, Raja Habasyah, menghadiahkan tiga tombak pendek yang
termasuk barang-barang paling istimewa miliknya kepada Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam
mengambil satu tombak, sementara sisanya diberikan kepada Ali bin Abu
Thalib dan Umar ibnul Khaththab, tapi tidak lama kemudian, beliau
memberikan tombak itu kepada Bilal. Sejak saat itu, selama Nabi hidup,
Bilal selalu membawa tombak pendek itu ke mana-mana. Ia membawanya dalam
kesempatan dua shalat ‘id (Idul Fitri dan Idul Adha), dan shalat
istisqa’ (mohon turun hujan), dan menancapkannya di hadapan beliau saat
melakukan shalat di luar masjid.
Bilal
menyertai Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam Perang Badar. Ia
menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah memenuhi
janji-Nya dan menolong tentara-Nya. Ia juga melihat langsung tewasnya
para pembesar Quraisy yang pernah menyiksanya dengan hebat. Ia melihat
Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf tersungkur berkalang tanah ditembus
pedang kaum muslimin dan darahnya mengalir deras karena tusukan tombak
orang-orang yang mereka siksa dahulu.
Ketika
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menaklukkan kota Mekah, beliau
berjalan di depan pasukan hijaunya bersama ’sang pengumandang panggilan
langit’, Bilal bin Rabah. Saat masuk ke Ka’bah, beliau hanya ditemani
oleh tiga orang, yaitu Utsman bin Thalhah, pembawa kunci Ka’bah, Usamah
bin Zaid, yang dikenal sebagai kekasih Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wasallam dan putra dari kekasihnya, dan Bilal bin Rabah, Muazin
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.
Shalat
Zhuhur tiba. Ribuan orang berkumpul di sekitar Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wasallam, termasuk orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam
saat itu, baik dengan suka hati maupun terpaksa. Semuanya menyaksikan
pemandangan yang agung itu. Pada saat-saat yang sangat bersejarah itu,
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memanggil Bilal bin Rabah agar
naik ke atap Ka’bah untuk mengumandangkan kalimat tauhid dari sana.
Bilal melaksanakan perintah Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam dengan
senang hati, lalu mengumandangkan azan dengan suaranya yang bersih dan
jelas.
Ribuan
pasang mata memandang ke arahnya dan ribuan lidah mengikuti kalimat azan
yang dikumandangkannya. Tetapi di sisi lain, orang-orang yang tidak
beriman dengan sepenuh hatinya, tak kuasa memendam hasad di dalam dada.
Mereka merasa kedengkian telah merobek-robek hati mereka.
Saat
azan yang dikumandangkan Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna
muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan
Allah)”. Juwairiyah binti Abu Jahal bergumam, “Sungguh, Allah telah
mengangkat kedudukanmu. Memang, kami tetap akan shalat, tapi demi Allah,
kami tidak menyukai orang yang telah membunuh orang-orang yang kami
sayangi.” Maksudnya, adalah ayahnya yang tewas dalam Perang Badar.
Khalid
bin Usaid berkata, “Aku bersyukur kepada Allah yang telah memuliakan
ayahku dengan tidak menyaksikan peristiwa hari ini.” Kebetulan ayahnya
meninggal sehari sebelum Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masuk ke
kota Mekah..
Sementara
al-Harits bin Hisyam berkata, “Sungguh malang nasibku, mengapa aku
tidak mati saja sebelum melihat Bilal naik ke atas Ka’bah.”
AI-Hakam
bin Abu al-’Ash berkata, “Demi Allah, ini musibah yang sangat besar.
Seorang budak bani Jumah bersuara di atas bangunan ini (Ka’bah).”
Sementara
Abu Sufyan yang berada dekat mereka hanya berkata, “Aku tidak
mengatakan apa pun, karena kalau aku membuat pernyataan, walau hanya
satu kalimat, maka pasti akan sampai kepada Muhammad bin Abdullah.”
Bilal
menjadi muazin tetap selama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam
hidup. Selama itu pula, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sangat
menyukai suara yang saat disiksa dengan siksaan yang begitu berat di
masa lalu, ia melantunkan kata, “Ahad…, Ahad… (Allah Maha Esa).”
Sesaat
setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengembuskan nafas
terakhir, waktu shalat tiba. Bilal berdiri untuk mengumandangkan azan,
sementara jasad Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masih terbungkus
kain kafan dan belum dikebumikan. Saat Bilal sampai pada kalimat,
“Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah utusan Allah)”, tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup
mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir di sana tak kuasa
menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana
semakin mengharu biru.
Sejak
kepergian Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam, Bilal hanya sanggup
mengumandangkan azan selama tiga hari. Setiap sampai kepada kalimat,
“Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah utusan Allah)”, ia langsung menangis tersedu-sedu. Begitu pula
kaum muslimin yang mendengarnya, larut dalam tangisan pilu.
Karena
itu, Bilal memohon kepada Abu Bakar, yang menggantikan posisi
Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sebagai pemimpin, agar
diperkenankan tidak mengumandangkan azan lagi, karena tidak sanggup
melakukannya. Selain itu, Bilal juga meminta izin kepadanya untuk keluar
dari kota Madinah dengan alasan berjihad di jalan Allah dan ikut
berperang ke wilayah Syam.
Awalnya,
ash-Shiddiq merasa ragu untuk mengabulkan permohonan Bilal sekaligus
mengizinkannya keluar dari kota Madinah, namun Bilal mendesaknya seraya
berkata, “Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri,
maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah memerdekakanku
karena Allah, maka biarkanlah aku bebas menuju kepada-Nya.”
Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, aku benar-benar membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah.”
Bilal
menyahut, “Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan azan
untuk siapa pun setelah Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam wafat.”
Abu
Bakar menjawab, “Baiklah, aku mengabulkannya.” Bilal pergi meninggalkan
Madinah bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal
di daerah Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus. Bilal
benar-benar tidak mau mengumandangkan azan hingga kedatangan Umar ibnul
Khaththab ke wilayah Syam, yang kembali bertemu dengan Bilal Rodhiallahu
‘anhu setelah terpisah cukup lama.
Umar
sangat merindukan pertemuan dengan Bilal dan menaruh rasa hormat begitu
besar kepadanya, sehingga jika ada yang menyebut-nyebut nama Abu Bakar
ash-Shiddiq di depannya, maka Umar segera menimpali (yang artinya), “Abu
Bakar adalah tuan kita dan telah memerdekakan tuan kita (maksudnya
Bilal).”
Dalam
kesempatan pertemuan tersebut, sejumlah sahabat mendesak Bilal agar mau
mengumandangkan azan di hadapan al-Faruq Umar ibnul Khaththab. Ketika
suara Bilal yang nyaring itu kembali terdengar mengumandangkan azan,
Umar tidak sanggup menahan tangisnya, maka iapun menangis tersedu-sedu,
yang kemudian diikuti oleh seluruh sahabat yang hadir hingga janggut
mereka basah dengan air mata. Suara Bilal membangkitkan segenap
kerinduan mereka kepada masa-masa kehidupan yang dilewati di Madinah
bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam..BiIal, “pengumandang
seruan langit itu."
Menjelang
saat-saat kematiannya, pada saat itu Bilal berada di Damaskus. Istrinya
berkata “Benar-benar suatu duka.” Tapi Bilal berkata “Tidak.
Katakanlah: Benar-benar kebahagiaan, karena besok aku
akan menemui Rasulullah S.A.W. dan para sahabat.”
Dapatkah
kalian
bayangkan, seberapa besar imannya? Dia sedang sekarat, tapi malah
merasa senang karena dengan meninggalkan dunia, maka dia akan bertemu
dengan
Rasulullah. Karena Rasulullah S.A.W. bersabda “Dunia ini adalah penjara
bagi
orang-orang yang beriman, dan surga bagi orang-orang kafir.”
Kenapa dunia menjadi penjara bagi orang-orang beriman? Karena
dunia menahan mereka dari bertemu Allah dan Rasul-Nya. Dan surga bagi
orang-orang kafir karena hanya inilah yang mereka miliki.
Sumber : lampuislam.blogspot.com
Sumber: wikipedia.org dan kisahkisahislamiah.blogspot.com
Kekejaman Tentara Salib kepada Umat Muslim
Ketika orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Muslim hidup bersama dalam damai, sang Paus memutuskan untuk mempersiapkan perang Salib. Mengikuti seruan Paus Urbanus II pada 27 November 1095 di Dewan Clermont, lebih dari 100.000 orang Eropa bergerak ke Palestina untuk "membebaskan" tanah suci dari orang Islam dan mencari kekayaan di Timur. Pada 50 tahun pertama, Pasukan Salib berhasil mendominasi peperangan. Kekuatan kaum Muslim porak-poranda. Sebagian jantung negeri Islam, seperti Syria dan Palestina ditaklukkan. Ratusan ribu kaum Muslim dibantai.
Pada tahun 1098, tentara Salib itu juga telah
membunuh ratusan ribu kaum Muslim di Marra’tun Noman, salah satu kota
terpadat di Syria. Paus Urbanus II menyebut musuh kaum Kristen sebagai
“The Seljuq Turks”. “Seljuk Turks”, kata Paus, adalah bangsa bar-bar
dari Asia Tengah yang baru saja menjadi muslim. Bangsa ini telah
menaklukkan sebagian wilayah kekaisaran imperium Kristen Bizantium.
Paus mendesak agar para ksatria Eropa menghentikan pertikaian antara mereka dan memusatkan perhatian bersama, untuk memerangi musuh Tuhan. Bahkan, kata Paus, bangsa Turki itu adalah bangsa terkutuk dan jauh dari Tuhan. Maka, Paus menyerukan, “Membunuh monster tak ber-Tuhan seperti itu adalah suatu tindakan suci; adalah suatu kewajiban Kristiani untuk memusnahkan bangsa jahat itu dari wilayah kita.”
Paus mendesak agar para ksatria Eropa menghentikan pertikaian antara mereka dan memusatkan perhatian bersama, untuk memerangi musuh Tuhan. Bahkan, kata Paus, bangsa Turki itu adalah bangsa terkutuk dan jauh dari Tuhan. Maka, Paus menyerukan, “Membunuh monster tak ber-Tuhan seperti itu adalah suatu tindakan suci; adalah suatu kewajiban Kristiani untuk memusnahkan bangsa jahat itu dari wilayah kita.”
Mereka mencapai Yerusalem pada tahun 1099. Kota ini jatuh setelah
pengepungan hampir 5 minggu. Ketika Tentara Perang Salib masuk ke dalam,
mereka melakukan pembantaian kejam. Seluruh orang Islam dan Yahudi
dibabat dengan pedang.
Dalam perkataan seorang sejarawan: "Mereka membunuh semua orang Saracen dan Turki yang mereka temui. pria maupun wanita."
Dalam perkataan seorang sejarawan: "Mereka membunuh semua orang Saracen dan Turki yang mereka temui. pria maupun wanita."
Di Masjid al-Aqsha terdapat genangan darah setinggi mata kaki, karena
banyaknya kaum Muslim yang dibantai. Fulcher of Chartress menyatakan,
bahwa darah begitu banyak tertumpah, sehingga membanjir setinggi mata
kaki:
“If you had been there your feet would have been stained to the
ankles in the blood of the slain.”
Seorang tentara Salib menulis dalam Gesta Francorum, bagaimana perlakuan
tentara Salib terhadap kaum Muslim dan penduduk Yerusalem lainnya,
dengan menyatakan, bahwa belum pernah seorang menyaksikan atau mendengar
pembantaian terhadap ‘kaum pagan’ yang dibakar dalam tumpukan manusia
seperti piramid dan hanya Tuhan yang tahu berapa jumlah mereka yang
dibantai:
“No one has ever seen or heard of such a slaughter of pagans,
for they were burned on pyres like pyramid, and no one save God alone
knows how many there were.”
Salah satu tentara Perang Salib, Raymond dari Aguiles, membanggakan kekejian ini:
Pemandangan mengagumkan terlihat. Sebagian orang kami (dan ini lebih belas kasih) memenggal kepala musuh-musuh mereka; lainnya membidik mereka dengan panah, sehingga mereka berjatuhan dari menara-menara; lainnya menyiksa mereka lebih lama dengan memasukkan mereka ke dalam nyala api. Tumpukan kepala, tangan, dan kaki terlihat di jalan-jalan kota. Kami perlu berjalan di atas mayat-mayat manusia dan kuda. Tapi ini hanya masalah kecil dibandingkan dengan apa yang terjadi di Kuil Sulaiman, tempat di mana ibadah keagamaan biasanya disenandungkan. di kuil dan serambi Sulaiman, para pria bergerak dalam [kubangan] darah hingga lutut dan tali kekang mereka.
Dalam dua hari, tentara Perang Salib membunuh sekitar 40.000 orang Islam secara biadab seperti yang digambarkan. Kedamaian dan kerukunan di Palestina, yang telah berlangsung semenjak Umar, berakhir dengan sebuah pembantaian mengerikan.
Tentara Perang Salib menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota mereka, dan mendirikan Kerajaan Katolik yang terbentang dari Palestina hingga Antakiyah. Namun pemerintahan mereka berumur pendek, karena Salahuddin mengumpulkan seluruh kerajaan Islam di bawah benderanya dalam suatu perang suci dan mengalahkan tentara Perang Salib dalam pertempuran Hattin pada tahun 1187. Setelah pertempuran ini, dua pemimpin tentara Perang Salib, Reynald dari Chatillon dan Raja Guy, dibawa ke hadapan Salahuddin. Beliau menghukum mati Reynald dari Chatillon, yang terkenal keji karena kekejamannya yang mengerikan yang ia lakukan kepada orang-orang Islam, namun membiarkan Raya Guy pergi, karena ia tidak melakukan kejahatan serupa. Palestina sekali lagi menyaksikan arti keadilan yang sebenarnya.
Tiga bulan setelah pertempuran Hattin, dan pada hari yang tepat sama ketika Nabi Muhammad SAW diperjalankan dari Mekah ke Yerusalem untuk perjalanan mikrajnya ke langit, Salahuddin memasuki Yerusalem dan membebaskannya dari 88 tahun pendudukan tentara Perang Salib. Bertolak belakang dengan "pembebasan" oleh tentara Perang Salib, Salahuddin tidak mendzalimi seorang Nasrani pun di kota tersebut, sehingga menyingkirkan rasa takut mereka bahwa mereka semua akan dibantai. Ia hanya memerintahkan semua umat Nasrani Latin (Katolik) untuk meninggalkan Yerusalem. Umat Nasrani Ortodoks, yang bukan tentara Perang Salib, dibiarkan tinggal dan beribadah menurut yang mereka pilih.
Karen Armstrong menggambarkan penaklukan kedua atas Yerusalem ini dengan kata-kata berikut ini:
Pada tanggal 2 Oktober 1187, Salahuddin dan tentaranya memasuki Yerusalem sebagai penakluk dan selama 800 tahun berikutnya Yerusalem tetap menjadi kota Muslim. Salahuddin menepati janjinya, dan menaklukkan kota tersebut menurut ajaran Islam yang murni dan paling tinggi. Dia tidak membalas dendam pembantaian tahun 1099, seperti yang Al Qur'an anjurkan (Q.S. 16:127), dan sekarang, permusuhan telah berakhir, ia menghentikan pembunuhan (Q.S. 2:193-194). Tak ada satu orang Kristen pun dibunuh dan tidak ada perampasan. Jumlah tebusan pun disengaja sangat rendah. Salahuddin menangis terharu karena kesedihan keluarga-keluarga yang terpecah-belah dan ia membebaskan banyak dari mereka tanpa tebusan, sesuai himbauan Al Qur'an, meskipun menyebabkan keputusasaan bendaharawannya yang telah lama menderita. Saudara lelakinya, Al Adil, begitu tertekan karena penderitaan para tawanan sehingga dia meminta Salahuddin seribu orang dari mereka untuk dibebaskan di tempat itu juga. Semua pemimpin Muslim dibuat geram melihat orang-orang Kristen kaya melarikan diri dengan kekayaan mereka, yang semestinya dapat digunakan untuk menebus semua tawanan. [Uskup] Heraclius membayar tebusan dirinya sepuluh dinar seperti halnya tawanan lain dan bahkan diberi pengawalan khusus untuk menjaga keamanan harta bendanya selama perjalanan ke Tyre.
Pendeknya, Salahuddin dan tentaranya memperlakukan orang-orang Nasrani dengan kasih sayang dan keadilan yang agung, dan menunjukkan kepada mereka kasih sayang yang lebih dibanding yang telah diperlihatkan oleh pemimpin mereka.
Setelah Yerusalem, tentara Perang Salib melanjutkan kebiadaban mereka dan orang-orang Islam meneruskan keadilannya di kota-kota Palestina lainnya. Pada tahun 1194, Richard Si Hati Singa, yang digambarkan sebagai seorang pahlawan dalam sejarah Inggris, memerintahkan menghukum mati 3.000 orang Islam, di antaranya banyak wanita dan anak-anak, secara tak berkeadilan di Kastil Acre. Meskipun orang-orang Islam menyaksikan kekejaman ini, mereka tidak pernah memilih cara yang sama. Mereka malah tunduk kepada perintah Allah:
"Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena
mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat
aniaya (kepada mereka)." (Q.S. 5:2)
Orang-orang Islam juga tidak pernah melakukan kekejaman kepada
orang-orang sipil tak bersalah. Di samping itu, mereka tidak pernah
menggunakan kekerasan yang tidak perlu, bahkan kepada tentara Perang
Salib yang terkalahkan sekalipun.
Kekejaman tentara Perang Salib dan keadilan orang-orang Islam sekali lagi mengungkapkan kebenaran sejarah: Sebuah pemerintahan yang dibangun di atas dasar-dasar Islam memungkinkan orang-orang dari keyakinan berbeda untuk hidup bersama. Kenyataan ini terus diperlihatkan selama 800 tahun setelah Salahuddin, khususnya selama masa Khalifah Utsmaniyyah.
Kekejaman tentara Perang Salib dan keadilan orang-orang Islam sekali lagi mengungkapkan kebenaran sejarah: Sebuah pemerintahan yang dibangun di atas dasar-dasar Islam memungkinkan orang-orang dari keyakinan berbeda untuk hidup bersama. Kenyataan ini terus diperlihatkan selama 800 tahun setelah Salahuddin, khususnya selama masa Khalifah Utsmaniyyah.
----------------------------------
Pustaka
- "Gesta Francorum, or the Deeds of the Franks and the Other Pilgrims to Jerusalem," trans. Rosalind Hill, (London: 1962), hlm. 91. tanda penegasan ditambahkan
- August C. Krey, The First Crusade: The Accounts of Eye-Witnesses and Participants (Princeton & London: 1921), hlm. 261. tanda penegasan ditambahkan
- Krey, The First Crusade, hlm. 262.
- Armstrong, Holy War, hlm. 185. tanda penegasan ditambahkan.
- David R. Blanks and Michael Frassetto (ed) Western Views of Islam in Medieval and Eearly Modern Europe, (New York, St. Martin’s Press, 1999), hal. 62-63.]
- Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi, Adian Husaini (GIP, Jakarta : 2006), hal. 4
Sumber: islamfile dan ebdosama.blogspot.com
Kisah Nyata Pasangan Suami Istri Katolik yang Masuk Islam
Bapak Martono dan Ibu Agnes |
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Agnes adalah sosok wanita Katolik
taat. Setiap malam, ia beserta keluarganya rutin berdoa bersama. Bahkan,
saking taatnya, saat Agnes dilamar Martono, kekasihnya yang beragama
Islam, dengan tegas ia mengatakan, “Saya lebih mencintai Yesus Kristus
dari pada manusia!”
Ketegasan prinsip Katolik yang dipegang wanita itu menggoyahkan Iman Martono yang muslim, namun jarang melakukan ibadah sebagaimana layaknya orang beragama Islam. Martono pun masuk Katolik, sekedar untuk bisa menikahi Agnes. Tepat tanggal 17 Oktober 1982, mereka melaksanakan pernikahan di Gereja Ignatius, Magelang, Jawa Tengah.
Ketegasan prinsip Katolik yang dipegang wanita itu menggoyahkan Iman Martono yang muslim, namun jarang melakukan ibadah sebagaimana layaknya orang beragama Islam. Martono pun masuk Katolik, sekedar untuk bisa menikahi Agnes. Tepat tanggal 17 Oktober 1982, mereka melaksanakan pernikahan di Gereja Ignatius, Magelang, Jawa Tengah.
Usai menikah, lalu menyelesaikan kuliahnya di Jogjakarta, Agnes beserta sang suami berangkat ke Bandung, kemudian menetap di salah satu kompleks perumahan di wilayah Timur kota kembang. Kebahagiaan terasa lengkap menghiasi kehidupan keluarga ini dengan kehadiran tiga makhluk kecil buah hati mereka, yakni: Adi, Icha dan Rio.
Di lingkungan barunya, Agnes terlibat aktif sebagai jemaat Gereja
Suryalaya, Buah Batu, Bandung. Demikan pula Martono, sang suami. Selain
juga aktif di Gereja, Martono saat itu menduduki jabatan penting,
sebagai kepala Divisi Properti PT Telkom Cisanggarung, Bandung.
Karena Ketaatan mereka memegang iman Katolik, pasangan ini bersama
beberapa sahabat se-iman, sengaja mengumpulkan dana dari tetangga
sekitar yang beragama Katolik. Mereka pun berhasil membeli sebuah rumah
yang ‘disulap’ menjadi tempat ibadah (Gereja,red).
Uniknya,
meski sudah menjadi pemeluk ajaran Katolik, Martono tak melupakan kedua
orangtuanya yang beragama Islam. Sebagai manifestasi bakti dan cinta
pasangan ini, mereka memberangkatkan ayahanda dan ibundanya Martono ke
Mekkah, untuk menunaikan rukun Islam yang kelima.
Hidup
harmonis dan berkecukupan mewarnai sekian waktu hari-hari keluarga ini.
Sampai satu ketika, kegelisahan menggoncang keduanya. Syahdan, saat itu,
Rio, si bungsu yang sangat mereka sayangi jatuh sakit. Panas suhu badan
yang tak kunjung reda, membuat mereka segera melarikan Rio ke salah
satu rumah sakit Kristen terkenal di wilayah utara Bandung.
Di rumah sakit, usai dilakukan diagnosa, dokter yang menangani saat itu
mengatakan bahwa Rio mengalami kelelahan. Akan tetapi Agnes masih saja
gelisah dan takut dengan kondisi anak kesayangannya yang tak kunjung
membaik.
Saat dipindahkan ke ruangan ICU, Rio, yang masih
terkulai lemah, meminta Martono, sang ayah, untuk memanggil ibundanya
yang tengah berada di luar ruangan. Martono pun keluar ruangan untuk
memberitahu Agnes ihwal permintaan putra bungsunya itu.
Namun, Agnes tak mau masuk ke dalam. Ia hanya mengatakan pada Martono, ”Saya sudah tahu.” Itu saja.
Martono heran. Ia pun kembali masuk ke ruangan dengan rasa penasaran yang masih menggelayut dalam benak.
Di dalam, Rio berucap, “Tapi udahlah, Papah aja, tidak apa-apa.”
“Papah, hidup ini hanya 1 centi. Di sana nggak ada batasnya,” lanjutnya.
Sontak, rasa takjub menyergap Martono. Ucapan bocah mungil buah
hatinya yang tengah terbaring lemah itu sungguh mengejutkan. Nasehat
kebaikan keluar dari mulutnya seperti orang dewasa yang mengerti agama.
Hingga sore menjelang, Rio kembali berujar, “Pah, Rio mau pulang!”
“Ya, kalau sudah sembuh nanti, kamu boleh pulang sama Papa dan Mama,” jawab Martono.
“Ngga, saya mau pulang sekarang. Papah, Mamah, Rio tunggu di pintu surga!” begitu, ucap Rio, setengah memaksa.
Belum hilang keterkejutan Martono, tiba-tiba ia mendengar ‘bisikan’
yang meminta dia untuk membimbing membacakan syahadat kepada anaknya.
Ia kaget dan bingung. Tapi perlahan Rio dituntun sang ayah, Martono,
membaca syahadat, hingga kedua mata anak bungsunya itu berlinang.
Martono hafal syahadat, karena sebelumnya adalah seorang Muslim.
Tak lama setelah itu ‘bisikan’ kedua terdengar, bahwa setelah adzan
Maghrib Rio akan dipanggil sang Pencipta. Meski tambah terkejut,
mendengar bisikan itu, Martono pasrah. Benar saja, 27 Juli 1999, persis
saat sayup-sayup adzan Maghrib, berkumandang Rio menghembuskan nafas
terakhirnya.
Tiba jenazah Rio di rumah duka, peristiwa aneh
lagi-lagi terjadi. Agnes yang masih sedih waktu itu seakan melihat Rio
menghampirinya dan berkata, “Mah saya tidak mau pakai baju jas mau minta
dibalut kain putih aja.”
Saran dari seorang pelayat
Muslim, bahwa itu adalah pertanda Rio ingin dishalatkan sebagaimana
seorang Muslim yang baru meninggal.
Setelah melalui diskusi
dan perdebatan diantara keluarga, jenazah Rio kemudian dibalut pakaian,
celana dan sepatu yang serba putih kemudian dishalatkan. Namun, karena
banyak pendapat dari keluarga yang tetap harus dimakamkan secara
Katolik, jenazah Rio pun akhirnya dimakamkan di Kerkov. Sebuah tempat
pemakaman khusus Katolik, di Cimahi, Bandung.
Sepeninggal Rio ...
Sepeninggal anaknya, Agnes sering berdiam diri. Satu hari, ia
mendengar bisikan ghaib tentang rumah dan mobil. Bisikan itu berucap,
“Rumah adalah rumah Tuhan dan mobil adalah kendaraan menuju Tuhan.”
Pada saat itu juga Agnes langsung teringat ucapan mendiang Rio
semasa TK dulu, ”Mah, Mbok Atik nanti mau saya belikan rumah dan mobil!”
Mbok Atik adalah seorang muslimah yang bertugas merawat Rio di rumah.
Saat itu Agnes menimpali celoteh si bungsu sambil tersenyum, “Kok Mamah ga dikasih?”
“Mamah kan nanti punya sendiri” jawab Rio, singkat.
Entah mengapa, setelah mendengar bisikan itu, Agnes meminta
suaminya untuk mengecek ongkos haji waktu itu. Setelah dicek, dana yang
dibutuhkan Rp. 17.850.000.
Dan yang lebih mengherankan,
ketika uang duka dibuka, ternyata jumlah totalnya persis senilai Rp
17.850.000, tidak lebih atau kurang sesenpun. Hal ini diartikan Agnes
sebagai amanat dari Rio untuk menghajikan Mbok Atik, wanita yang
sehari-hari merawat Rio di rumah.
Singkat cerita, di tanah
suci, Mekkah, Mbok Atik menghubungi Agnes via telepon. Sambil menangis
ia menceritakan bahwa di Mekkah ia bertemu Rio. Si bungsu yang baru saja
meninggalkan alam dunia itu berpesan, “Kepergian Rio tak usah terlalu
dipikirkan. Rio sangat bahagia disini. Kalo Mama kangen, berdoa saja.”
Namun, pesan itu tak lantas membuat Agnes tenang. Bahkan Agnes
mengalami depresi cukup berat, hingga harus mendapatkan bimbingan dari
seorang Psikolog selama 6 bulan.
Satu malam saat tertidur,
Agnes dibangunkan oleh suara pria yang berkata, “Buka Alquran surat
Yunus!”. Namun, setelah mencari tahu tentang surat Yunus, tak ada
seorang pun temannya yang beragama Islam mengerti kandungan makna di
dalamnya. Bahkan setelah mendapatkan Al Quran dari sepupunya, dan
membacanya berulang-ulang pun, Agnes tetap tak mendapat jawaban.
“Mau Tuhan apa sih?!” protesnya setengah berteriak, sembari
menangis tersungkur ke lantai. Dinginnya lantai membuat hatinya
berangsur tenang, dan spontan berucap, “Astaghfirullah…”
Tak lama kemudian, akhirnya Agnes menemukan jawabannya sendiri di surat
Yunus ayat 49: “Katakan tiap-tiap umat mempunyai ajal. Jika datang ajal,
maka mereka tidak dapat mengundurkannya dan tidak (pula)
mendahulukannya”.
Beberapa kejadian aneh yang dialami
sepeninggal Rio, membuat Agnes berusaha mempelajari Islam lewat beberapa
buku. Hingga akhirnya wanita penganut Katolik taat ini berkata, “Ya
Allah, terimalah saya sebagai orang Islam, saya tidak mau di-Islamkan
oleh orang lain!”.
Setelah memeluk Islam, Agnes secara
sembunyi-sembunyi melakukan shalat. Sementara itu, Martono, suaminya,
masih rajin pergi ke gereja. Setiap kali diajak ke gereja Agnes selalu
menolak dengan berbagai alasan.
Sampai suatu malam, Martono
terbangun karena mendengar isak tangis seorang perempuan. Ketika
berusaha mencari sumber suara, betapa kagetnya Martono saat melihat
istri tercintanya, Agnes, tengah bersujud dengan menggunakan jaket,
celana panjang dan syal yang menutupi aurat tubuhnya.
“Lho kok Mamah shalat,” tanya Martono.
“Maafkan saya, Pah. Saya duluan, Papah saya tinggalkan,” jawab Agnes lirih.
Ia pasrah akan segala resiko yang harus ditanggung, bahkan perceraian sekalipun.
Martono pun Akhirnya Kembali ke Islam ...
Sejak keputusan sang istri memeluk Islam, Martono seperti berada di
persimpangan. Satu hari, 17 Agustus 2000, Agnes mengantar Adi, putra
pertamanya untuk mengikuti lomba adzan yang diadakan panitia Agustus-an
di lingkungan tempat mereka tinggal.
Adi sendiri tiba-tiba
tertarik untuk mengikuti lomba adzan beberapa hari sebelumnya, meski ia
masih Katolik dan berstatus sebagai pelajar di SMA Santa Maria, Bandung.
Martono sebetulnya juga diajak ke arena perlombaan, namun menolak
dengan alasan harus mengikuti upacara di kantor.
Di tempat
lomba yang diikuti 33 peserta itu, Gangsa Raharjo, Psikolog Agnes,
berpesan kepada Adi, “Niatkan suara adzan bukan hanya untuk orang yang
ada di sekitarmu, tetapi niatkan untuk semesta alam!” ujarnya.
Hasilnya, suara Adzan Adi yang lepas nan merdu, mengalun syahdu,
mengundang keheningan dan kekhusyukan siapapun yang mendengar. Hingga
bulir-bulir air mata pun mengalir tak terbendung, basahi pipi sang
Ibunda tercinta yang larut dalam haru dan bahagia. Tak pelak, panitia
pun menobatkan Adi sebagai juara pertama, menyisihkan 33 peserta
lainnya.
Usai lomba Agnes dan Adi bersegera pulang. Tiba di
rumah, kejutan lain tengah menanti mereka. Saat baru saja membuka pintu
kamar, Agnes terkejut melihat Martono, sang suami, tengah melaksanakan
shalat. Ia pun spontan terkulai lemah di hadapan suaminya itu. Selesai
shalat, Martono langsung meraih sang istri dan mendekapnya erat.
Sambil berderai air mata, ia berucap lirih, “Mah, sekarang Papah sudah masuk Islam.”
Mengetahui hal itu, Adi dan Icha, putra-putri mereka pun mengikuti jejak ayah dan ibunya, memeluk Islam.
Perjalanan panjang yang sungguh mengharu biru. Keluarga ini pun
akhirnya memulai babak baru sebagai penganut Muslim yang taat. Hingga
kini, esok, dan sampai akhir zaman. Insya Allah.
========================================================================
- (Profil Bapak Martono dan Ibu Agnes juga bisa disimak di Situs Pondok Pesantren Baitul Hidayat (http://baitulhidayah.org/ profil-pewakaf/) yang merupakan wakaf dari mereka berdua) -
By : Muhammad Yasin. Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 32
.... Segala puji bagi Allah, yang dengan nikmat-Nya sempurnalah semua kebaikan ....
Wallahu a'lam bishshawab, ..
… Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci …
…. Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa’atuubu Ilaik ….
Sumber: Strawberry
Sumber 2 : lampuislam.blogspot.com
Facebook Page: facebook.com/lampusunnah
Mengapa dalam Al-Qur'an Dikatakan Boleh Menyetubuhi Budak?
ARGUMEN KRISTEN
Dalam Qur’an, tuhannya Muhammad menghalalkan untuk berhubungan seks
dengan budak-budak wanita.
QS 23: 5-6
dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki;
maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.
QS 4:24
dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali
budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai
ketetapan-Nya atas kamu.
QS 33:50
Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu
yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki
yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan
Allah untukmu
QS 4:3
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Pertanyaan Pertama: Kata kunci nya adalah
BUDAK. Kenapa Tuhan memperbolehkan umat Islam menggauli BUDAK, padahal
budak tersebut belum menjadi istri?
Pertanyaan Kedua: Bukankah Islam melarang perzinahan? Kan menyetubuhi budak termasuk berzina?
JAWABAN PERTANYAAN PERTAMA
Memang sekilas agak rancu manakala kita melihat dua masalah itu. Agak
terasa ambigu, soalnya di satu sisi Islam menentang perbudakan, tapi di
sisi lain, kok malah dihalalkan 'menikmati' budak? Tapi kalau kita
dekati masalahnya, mungkin bisa akan semakin jelas. Ada beberapa hal
yang perlu kita jadikan bahan pemikiran dalam masalah ini.
Pertama, bahwa perbudakan bukan produk agama Islam. Sebaliknya, ketika
Islam diturunkan pertama kali, perbudakan sudah menjadi pola hidup
seluruh umat manusia. Bukan hanya di tanah Arab saja, tetapi nyaris di
semua peradaban manusia, pasti ada perbudakan.
Kedua, perbudakan bukan semata-mata penindasan manusia atas manusia,
tapi di sisi lain, perbudakan adalah bagian utuh dari dari sendi dasar
perekonomian suatu bangsa. Sehingga menghilangkan perbudakan berarti
meruntuhkan sendi-sendi dasar perekonomian.
Ketiga, perbudakan juga sudah diakui oleh hukum yang positif dan
dibenarkan oleh undang-undang semua peradaban manusia. Memiliki budak,
menjual, menukar dan mempertaruhkannya, adalah tindakan yang sesuai
dengan hukum yang berlaku secara universal. Maka budak yang melarikan
diri dari tuannya, tidak bisa begitu saja dibebaskan oleh orang lain.
Secara hukum, mengambil budak yang lari dari tuannya adalah tindakan
melawan hukum. Membebaskan budak dengan tebusan adalah satu-satunya
jalan yang dibenarkan saat itu.
Keempat, adanya hukum positif semua bangsa tentang budak termasuk juga
keabsahan untuk menyetubuhi budak perempuan. Ini merupakan bagian dari
aturan yang diakui oleh semua bangsa yang hidup di masa itu. Bukan hal
yang aneh atau melanggar hukum.
Islam Diturunkan untuk Menghilangkan Perbudakan
Islam Diturunkan untuk Menghilangkan Perbudakan
" Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu
apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu ? ( yaitu ) MELEPASKANBUDAK
DARI PERBUDAKAN ". ( QS.Al Balad : 11-13 )
Nah, di tengah kondisi nyata seperti inilah Islam diturunkan di negeri Arab pertama kali. Karena tujuan akhir memang menghilangkan sistem perbudakan di muka bumi, maka Islam secara khas memang memiliki ciri, yaitu melakukan perubahan secara berangsur-angsur tapi pasti.
Misalnya tentang penghapusan khamar, awal ayat yang pertama kali turun sama sekali tidak mengharamkan khamar, ayat yang kedua juga sama sekali tidak mengharamkannya. Baru pada ayat yang ketiga, ada sedikit larangan untuk minum, yaitu saat menjelang shalat. Dan akhirnya baru pada ayat ke empat, khamar diharamkan sama sekali.
Nah, di tengah kondisi nyata seperti inilah Islam diturunkan di negeri Arab pertama kali. Karena tujuan akhir memang menghilangkan sistem perbudakan di muka bumi, maka Islam secara khas memang memiliki ciri, yaitu melakukan perubahan secara berangsur-angsur tapi pasti.
Misalnya tentang penghapusan khamar, awal ayat yang pertama kali turun sama sekali tidak mengharamkan khamar, ayat yang kedua juga sama sekali tidak mengharamkannya. Baru pada ayat yang ketiga, ada sedikit larangan untuk minum, yaitu saat menjelang shalat. Dan akhirnya baru pada ayat ke empat, khamar diharamkan sama sekali.
Demikian juga dengan proses penghilangan budak, adalah sah bila juga ada
proses yang harus dilalui. Apalagi perbudakan itu terkait dengan
sendi-sendi ekonomi suatu bangsa, tentu waktu yang dibutuhkan jauh lebih
lama.
Bayangkan bila harga seorang budak 100 dinar, sebagaimana salah satu riwayat menyebutkan tentang harga Bilal saat dibebaskan. Padahal kita tahu bahwa satu dinar emas itu senilai dengan harga seekor kambing. Kalau seekor kambing seharga sejuta rupiah, berarti seorang budak seharga 100 juta rupiah. Bayangkan kalau satu orangtuan di Makkah memiliki 100 budak, maka nilai assetnya 10 milyar.
Kalau tiba-tiba budak dihapuskan dalam satu ketukan palu, maka jelas sekali ekonomi akan goncang dan runtuh. Tentu saja Islam tidak akan meruntuhkan sendi-sendi ekonomi suatu bangsa. Yang dilakukan adalah penghapusan budak secara bertahap. Ada banyak pintu untuk membebaskan budak, antara lain:
Pintu Pertama, lewat hukuman atau kaffarah atau denda. Seorang yang
melakukan suatu dosa tertentu, ada pilihan denda yaitu membebaskan
budak. Misalnya, melakukan hubungan suami isteri siang hari bulan
Ramadhan.
Pintu kedua adalah lewat mukatab, yaitu seorang budak harus diberi hak
untuk membebaskan dirinya dengan angsuran, di mana uangnya didapat dari 8
ashnaf zakat.
Pintu ketiga, lewat sedekah atau tabarru'. Seseorang tidak melakukan
dosa, tapi dia ingin punya amal ibadah yang sangat bernilai di sisi
Allah, maka dia pun membebaskan budak miliknya, atau membeli budak milik
orang lain.
Pintu Keempat, Islam menetapkan bahwa semua budak yang dinikahi oleh
orang merdeka, maka anaknya pasti menjadi orang merdeka. Sehingga secara
nasab, perbudakan akan hilang dengan sendirinya.
Itulah salah satu rahasia mengapa menikahi atau menyetubuhi budak sendiri dibenarkan dalam Islam, jawabnya karena anak yang akan lahir dari rahim wanita itu akan menjadi orang yang merdeka. Tanpa harus kehilangan hak atas nilai asset yang dimiliki secara langsung.
Dan masih banyak lagi pintu-pintu lain yang bisa dimanfaatkan untuk mengantarkan para budak menemui kebebasannya.
Itulah salah satu rahasia mengapa menikahi atau menyetubuhi budak sendiri dibenarkan dalam Islam, jawabnya karena anak yang akan lahir dari rahim wanita itu akan menjadi orang yang merdeka. Tanpa harus kehilangan hak atas nilai asset yang dimiliki secara langsung.
Dan masih banyak lagi pintu-pintu lain yang bisa dimanfaatkan untuk mengantarkan para budak menemui kebebasannya.
Pada intinya, perbudakan bisa dihapuskan secara sistematis, namun tidak ada orang yang dirugikan secara finansial. Dan sendi-sendi ekonomi tidak akan rusak atau runtuh.
Dalam banyak ayatnya, Al-Quran memang membolehkan laki-laki menyetubuhi budaknya sendiri. Tetapi bukan budak orang lain.
... Dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian,
hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka[1], jika kamu mengetahui
ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari
harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. (QS 24:33).
[1] maksudnya: Salah satu cara dalam agama Islam untuk menghilangkan perbudakan, yaitu seorang hamba boleh meminta pada tuannya untuk dimerdekakan, dengan perjanjian bahwa budak itu akan membayar jumlah uang yang ditentukan. Pemilik budak itu hendaklah menerima perjanjian itu kalau budak itu menurut penglihatannya sanggup melunasi perjanjian itu dengan harta yang halal.
[1] maksudnya: Salah satu cara dalam agama Islam untuk menghilangkan perbudakan, yaitu seorang hamba boleh meminta pada tuannya untuk dimerdekakan, dengan perjanjian bahwa budak itu akan membayar jumlah uang yang ditentukan. Pemilik budak itu hendaklah menerima perjanjian itu kalau budak itu menurut penglihatannya sanggup melunasi perjanjian itu dengan harta yang halal.
Al Qur'an QS 02:221: " Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita
musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu'min
lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan
janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita
mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih
baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke
neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia
supaya mereka mengambil pelajaran."
Al Qur an: QS. 23:01-07. " Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang
beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya...dan
orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri
mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal
ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu [2] maka
mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. ".
[2].Maksudnya: zina, homoseks, dan sebagainya.
Al Qur'an SQ. 70:29-30: " Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya,
kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka
miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela."
Al Qur'an QS.33:50: " Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan
bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba
sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam
peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu "
Al Qur'an SQ. 04:25 ...Dan barangsiapa diantara kalian (orang-orang
merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka
lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak
yang kalian miliki...
Sesuai dengan ruh ISLAM yang datang dengan tujuan, salah satunya, membebaskan perbudakan di atas bumi ini. Salah satunya dengan menganjurkan kepada para tuan untuk mengawini budaknya sehingga secara otomatis terbebas dari perbudakan. .
Akan menjadi suatu kesalahan yang besar apabila kita hanya membaca beberapa ayat tanpa memperhatikan apakah ada ayat lain yang merujuk pada penjelasan tentang hal dimaksud.
selain mengutif QS 23:5-6 dan QS 4:24, coba anda perhatikan ayat lainnya yang berusaha menjelaskan tentang hal ini, seperti:
QS 4:25
“Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain, karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
intinya: bahwa dalam ayat tersebut memuat sebuah pernyataan bahwa kita diharamkan menggauli budak2 tersebut tanpa ada ikatan perkawinan/pernikahan
……….selanjutnya bisa anda maknai sendiri……..
kemudian ditegaskan lagi dalam QS 24:33
“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu.”
intinya: jangankan melakukan perzinahan, mau mengawininyapun tetap saja kita menghargai dan menjaga kehormatan mereka, ketika mereka menginginkan sebuah perjanjian kita harus menerima perjanjian itu, dan selain itu kita juga diharamkan memaksa mereka untuk melakukan pelacuran…
jadi, jelas sudah semuanya, bahwa tidak ada unsur perzinahan dalam hal ini. dan ketika budak tersebut menginginkan perjanjian atas perkawinan yang kita inginkan, disini menjelaskan bahwa tidak ada unsur pemaksaan pula dalam hal itu.
Menyetubuhi Budak: Sebuah Kerendahan
Sesuai dengan ruh ISLAM yang datang dengan tujuan, salah satunya, membebaskan perbudakan di atas bumi ini. Salah satunya dengan menganjurkan kepada para tuan untuk mengawini budaknya sehingga secara otomatis terbebas dari perbudakan. .
Akan menjadi suatu kesalahan yang besar apabila kita hanya membaca beberapa ayat tanpa memperhatikan apakah ada ayat lain yang merujuk pada penjelasan tentang hal dimaksud.
selain mengutif QS 23:5-6 dan QS 4:24, coba anda perhatikan ayat lainnya yang berusaha menjelaskan tentang hal ini, seperti:
QS 4:25
“Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain, karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
intinya: bahwa dalam ayat tersebut memuat sebuah pernyataan bahwa kita diharamkan menggauli budak2 tersebut tanpa ada ikatan perkawinan/pernikahan
……….selanjutnya bisa anda maknai sendiri……..
kemudian ditegaskan lagi dalam QS 24:33
“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu.”
intinya: jangankan melakukan perzinahan, mau mengawininyapun tetap saja kita menghargai dan menjaga kehormatan mereka, ketika mereka menginginkan sebuah perjanjian kita harus menerima perjanjian itu, dan selain itu kita juga diharamkan memaksa mereka untuk melakukan pelacuran…
jadi, jelas sudah semuanya, bahwa tidak ada unsur perzinahan dalam hal ini. dan ketika budak tersebut menginginkan perjanjian atas perkawinan yang kita inginkan, disini menjelaskan bahwa tidak ada unsur pemaksaan pula dalam hal itu.
Menyetubuhi Budak: Sebuah Kerendahan
Mungkin sebagian dari kita berpikir, wah enak juga ya punya budak, bisa menyetubuhi tanpa dinikahi'. Berarti Islam itu tidak adil, di satu sisi bilang mau membebaskan perbudakan, tapi di ayat Quran kok malah dibolehkan menyetubuhi budak?
Padahal sesungguhnya yang terjadi tidak demikian. Terutama untuk bangsa Arab di masa lalu yang sangat menjunjung tinggi nilai seorang isteri.
Sudah menjadi adat dan tradisi bagi bangsa itu untuk menikahi dengan wanita terhormat. Dan untuk itu, secara finansial mereka punya level bargaining yang tinggi. Laki-laki arab tidak segan-segan untuk menggelontorkan seluruh hartanya demi untuk membayar mahar (maskawin) yang sedemikian mahal. Semakin tinggi nilai dan derajat seorang wanita yang akan dinikahi, maka semakin mahal nilai maharnya. Dan semakin naik pula gengsi si laki-laki yang menikahinya. Dan urusan gengsi ini menjadi ukuran status sosial yang punya kedudukan tersendiri.
Mereka yang menikah dengan wanita bermahar murah, biasanya langsung mengalami penurunan IHD (Indeks Harga Diri). Minimal sedikit terkucil dari pergaulan. Hanya karena menikah dengan wanita yang nilai maharnya agak rendah. Sebab kemurahan nilai mahar sedikit banyak menggambarkan status dan derajat keluarga si wanita. Dan buat bangsa arab saat itu, menikahi wanita yang maharnya murah akan sangat menjatuhkan gengsi dan wibawa.
Apalagi kalau sampai menikahi budaknya sendiri, maka 'indeks harga diri' akan langsung melorot jatuh. Dia akan kehilangan 'muka' di hadapan teman-temannya, karena bersetubuh atau menikah dengan budak. Sama sekali tidak ada yang bisa dibanggakan, bahkan memalukan.
Maka meski ada ayat yang menghalalkan menyetubuhi budak wanita milik sendiri, bukan berarti orang Arab lantas senang. Sebab buat mereka, menikah dengan wanita yang berderajat tinggi adalah sebuah prestise tersendiri. Dan menikah dengan budak adalah sebuah 'catatan tersendiri' meski dihalalkan.
Maka di akhir ayat, Allah SWT menegaskan bahwa hal itu tidak tercela. Sebab memang buat bangsa Arab saat itu, menyetubuhi dan menikahi budak memang agak membuat mereka terhina.
JAWABAN PERTANYAAN KEDUA
Apa yang disebutkan dalam surat Al-Mu‘minun adalah sebuah pernyataan dari Allah sebagai sumber utama hukum Islam. Dalam ayat itu Allah telah membuat ketentuan bahwa setiap muslim wajib menjaga kemaluannya (tidak boleh melakukan hubungan seksual) dengan siapa pun kecuali dengan dua orang: Pertama, dengan istri yang dinikahi. Kedua: dengan budak wanitanya yang dimiliki. Sehingga hanya kepada kedua jenis orang inilah seorang laki-laki muslim boleh melakukan hubungan seksual. Tentu saja melakukan hubungan seksual dengan budak wanita yang dimiliki bukan termasuk zina yang dilarang Allah. Dan perlu dicermati lebih jauh bahwa di abad ketujuh dimana Syariat Islam diturunkan, fenomena perbudakan adalah sesuatu yang bersifat bagian utama dari sistem masyarakat manapun, bukan hanya milik jazirah arab saja.
Perbudakan adalah ribuan tahun sebelum masa turunnya syariat Islam. Perbudakan telah dikenal sejak zaman Romawi dan Yunani Kuno, Mesir kuno, Sumeria, Babylonia dan peradaban-peradaban kuno lainnya. Semua menyepakati sistem perbudakan dimana mereka memang bisa melakukan hubungan seksual dengan para budak. Juga jual beli budak diakui secara aklamasi di semua peradaban manusia. Sehingga budak adalah salah satu komoditi masyarakat yang telah dikenal ribuan tahun lamanya di setiap belahan dunia. Ketika Islam datang, perbudakan tidak bisa dihapuskan dalam sehari, tetapi butuh proses panjang selama puluhan bahkan ratusan tahun. Selama proses itu berlangsung, Islam telah secara intensif menutup semua pintu perbudakan dan membuka lebar pintu ke arah pembebasannya.
Namun biar bagaimana pun Islam tidak bisa tiba-tiba secar frontal tidak mengakui perbudakan karena perbudakan di masa itu adalah realitas sosial. Sehingga beberapa hukum yang sebelumnya berlaku secara umum, pada kondisi tertentu masih bisa diterima dalam Islam. Termasuk diantaranya menjual atau membeli budak dan juga melakukan hubungan seksual. Meski hari ini perbudakan praktis tidak ada lagi, bukan berarti hukumnya menjadi tidak berlaku. Karena tidak ada seorang pun yang bisa menjamin bahwa suatu peradaban akan mengalami set back ke belakang meski sudah pernah mengalami kemajuan. Sehingga bila suatu saat nanti, Allah menghendaki terjadi perbudakan lagi, Islam telah memiliki hukum yang mengatur perbudakan.
Berakhirnya Era Perbudakan
Dengan sudah berakhirnya era perbudakan manusia oleh sebab turunnya
agama Islam, maka otomatis urusan kebolehan menyetubuhi budak pun tidak
perlu dibicarakan lagi. Sebab perbudakannya sendiri sudah dileyapkan
oleh syariah.
Mungkin ada yang bertanya, kalau perbudakan sudah lenyap, mengapa Al-Quran masih saja bicara tentang perbudakan?
Untuk menjawab itu kita perlu melihat lebih luas. Marilah kita
membuat pengandaian sederhana. Seandainya suatu ketika nanti entah
kapan, terjadi perang dunia yang melumat semua kehidupan dunia. Lalu
pasca perangitu peradaban umat manusia hancur lebur, mungkin juga
peradaban manusia kembali lagi menjadi peradaban purba, lantas umat
manusia yang jahiliyah kembali jatuh ke jurang perbudakan manusia, maka
agama Islam masih punya hukum-hukum suci yang mengatur masalah
perbudakan.
Wallahu a'lam bishshawab
Sumber : Lampuislam.blogspot.com
Sumber: muslim-menjawab dan answeringkristen.wordpress.com
Kisah Yahudi yang Masuk Islam di Israel
Yousef al-Khattab, Sebelum dan Sesudah Masuk Islam |
Pada tahun 1998, Joseph Cohen seorang Yahudi Ortodoks kelahiran AS
hijrah ke Israel karena keyakinannya yang sangat kuat pada ajaran
Yudaisme. Ia kemudian tinggal di pemukiman Yahudi Gush Qatif di Gaza
(Israel mundur dari wilayah Jalur Gaza pada tahun 2005).
Cohen tak pernah mengira bahwa kepindahannya ke Israel justru
membawanya pada cahaya Islam. Setelah tiga tahun menetap di Gaza, Cohen
memutuskan untuk menjadi seorang Muslim setelah ia bertemu dengan
seorang syaikh asal Uni Emirat Arab dan berdiskusi tentang teologi
dengan syaikh tersebut lewat internet. Setelah masuk Islam, Cohen
mengganti namanya dengan nama Islam Yousef al-Khattab.
Tak lama setelah ia mengucapkan syahadat, istri dan empat anak Yousef
mengikuti jejaknya menjadi Muslim. Sekarang, Yousef al-Khattab aktif
berdakwah di kalangan orang-orang Yahudi, meski ia sendiri tidak diakui
lagi oleh keluarganya yang tidak suka melihatnya masuk Islam.
"Saya sudah tidak lagi berhubungan dengan keluarga saya. Kita tidak
boleh memutuskan hubungan kekeluargaan, tapi pihak keluarga saya adalah
Yahudi dengan entitas ke-Yahudi-annya. Kami tidak punya pilihan lain,
selain memutuskan kontak untuk saat ini. Kata-kata terakhir yang mereka
lontarkan pada saya, mereka bilang saya barbar," tutur Yousef tentang
hubungan dengan keluarganya sekarang.
Ia mengakui, berdakwah tentang Islam di kalangan orang-orang Yahudi
bukan pekerjaan yang mudah. Menurutnya, yang pertama kali harus
dilakukan dalam mengenalkan Islam adalah, bahwa hanya ada satu manhaj
dalam Islam yaitu manhaj yang dibawa oleh Rasululullah saw yang kemudian
diteruskan oleh para sahabat-sahabat dan penerusnya hingga sekarang.
"Cara yang paling baik untuk membuktikan bahwa Islam adalah agama
untuk semua umat manusia adalah dengan memberikan penjelasan berdasarkan
ayat-ayat al-Quran dan yang membedakan antara umat manusia adalah
ketaqwaannya pada Allah semata," ujar Yousef.
"Islam bukan agama yang rasis. Kita punya bukti-bukti yang sangat
kuat, firman Allah dan perkataan Rasulullah saw. Kita berjuang bukan
untuk membenci kaum kafir. Kita berjuang hanya demi Allah semata, untuk
melawan mereka yang ingin membunuh kita, yang menjajah tanah air kita,
yang menyebarkan kemungkaran dan menyebarkan ideologi Barat di negara
kita, misalnya ideologi demokrasi," sambung Yousef.
Ia mengatakan bahwa dasar ajaran agama Yahudi sangat berbeda dengan
Islam. Perbedaan utamanya dalam masalah tauhid. Agama Yahudi, kata
Yousef percaya pada perantara dan perantara mereka adalah para rabbi.
Orang-orang Yahudi berdoa lewat perantaraan rabbi-rabbi mereka.
"Yudaisme adalah kepercayaan yang berbasiskan pada manusia. Berbeda
dengan Islam, agama yang berbasis pada al-Quran dan Sunnah. Dan
keyakinan pada Islam tidak akan pernah berubah, di semua masjid di
seluruh dunia al-Quran yang kita dengarkan adalah al-Quran yang sama,"
ujar Yousef.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa Yahudisme di sisi lain berpatokan
pada "tradisi oral" misalnya kitab Talmud yang disusun berdasarkan
informasi dari mulut ke mulut yang kemudian dibukukan. Para rabbi
sendiri, kata Yousef mengakui, bisa saja banyak hal yang sudah orang
lupa sehingga keabsahan kitab tersebut bisa dipertanyakan.
Yousef mengungkapkan, kitab Taurat yang diyakini kaum Yahudi sekarang
memiliki sebelas versi yang berbeda dan naskah-naskah Taurat itu bukan
lagi naskah asli. "Alhamdulillah, Allah memberikan rahmat pada kita
semua dengan agama yang mudah, di mana banyak orang yang bisa menghapal
al-Quran dari generasi ke generasi. Allah memberkati kita semua dengan
al-Quran," tukas Yousef. Meski demikian, ia meyakini dialog adalah cara
terbaik dalam berdakwah terutama di kalangan Yahudi.
Ditanya tentang kelompok-kelompok Yahudi yang mengklaim anti-Zionis.
Yousef menjawab bahwa secara pribadi maupun dari sisi religius, ia tidak
percaya dengan Yahudi-Yahudi yang mengklaim anti-Zionis. "Dari
sejarahnya saja, mereka adalah orang-orang yang selalu melanggar
kesepakatan. Mereka membunuh para nabi, oleh sebab itu saya tidak pernah
percaya pada mereka, meski Islam selalu menunjukkan sikap yang baik
pada mereka," paparnya.
Yousef menegaskan bahwa pernyataannya itu bukan untuk membela
orang-orang Palestina ataupun atas nama seorang Muslim. Pernyataan itu
merupakan pendapat pribadinya. "Allah Maha Tahu," tandasnya.
Sebagai orang yang pernah tinggal di pemukiman Yahudi di wilayah
Palestina, Yousef mengakui adanya diskriminasi yang dilakukan pemerintah
Israel terhadap Muslim Palestina. Yousef sendiri pernah dipukul oleh
tentara-tentara Israel meski tidak seburuk perlakuan tentara-tentara
Zionis itu pada warga Palestina.
"Saya masih beruntung, penderitaan yang saya alami tidak seberat
penderitaan saudara-saudara kita di Afghanistan yang berada dibawah
penjajahan AS atau saudara-saudara kita yang berada di kamp penjara AS
di Kuba (Guantanamo)," imbuhnya dengan rasa syukur.
Allah memberikan hidayah pada umatnya, kadang dengan cara yang tak
terduga. Seperti yang dialami Cohen atau Yousef yang justru masuk Islam
setelah pindah ke wilayah pendudukan Israel di Gaza.
Sumber: eramuslim
Sumber 2 : lampuislam.blogspot.com
Subscribe to:
Posts (Atom)
Buku Tamu
Try Relay: the free SMS and picture text app for iPhone.